SOSOK dubber yang satu ini begitu bersahabat saat diwawancara oleh penulis. Sebagai salah satu dubber yang sekarang ‘suaranya’ wara-wiri di televisi, Wan Leoni Mutiarza terlihat begitu menikmati kesibukannya dalam dunia dubber. Wanita cantik yang lahir 35 tahun yang silam ini begitu karismatik ketika membawakan berbagai karakter dalam drama maupun film.
Tapi ada sebuah cerita seru yang dibagikan untuk penulis mengenai keterlibatan Wan Leoni pada karakter-karakter antagonis yang telah diisinya. Awalnya wanita pemilik Passionate Batik ini mengaku jika ia tidak pernah diberikan peran sebagai karakter antagonis karena tipikal suaranya yang melankolis, sehingga lebih sering menjadi dubber untuk karakter peran protagonis yang tersiksa. Namun suatu ketika saat dirinya dipercayakan untuk menjadi dubber karakter antagonis Mishil di serial The Great of Queen Seandeok yang tayang di Indosiar beberapa tahun silam, wanita yang mengaku pelupa ini mengaku berusaha semaksimal mungkin. Dirinya bisa membuktikan jika ia bisa melakoni karakter suara apapun dalam drama maupun film. Setelah kesuksesan serial tersebut di Indosiar, ia pun dipercaya membawakan berbagai karakter suara antagonis berkharisma di berbagai drama seperti Dong Yi, Princess Hours, Bread Love and Dreams, Can You Hear My Heart dan masih banyak lagi.
Berikut ini beberapa jawaban Wan Leoni saat diwawancara oleh penulis.
Bagaimana awal Anda bisa terjun ke dunia dubber seperti ini?
Awal aku terjun ke dunia dubbing ini awalnya diajakin sama temen untuk ikutan kursus dubbing dengan tim pengajar dari TVRI sekitar tahun 1995, akhirnya dari sana bersama teman-temen kursus mencoba untuk daftar di salah satu production house, akhirnya kita coba dan di tes, dan aku nggak lolos ,temen aku yang lolos. Hari pertama temen aku mulai dubbing di production house tersebut, dia (teman Wan Leoni) di tanya sama salah satu yang sempet ngetes , beliau ingat waktu itu temen aku berdua sama aku, katanya temennya suruh datang lagi, akhirnya aku datang dan diterima, dan temen aku yg malah nggak nerusin dubbing karena nggak pede sama suaranya sendiri.. Hehe.. Ya sudah akhirnya dimulailah pembelajaran dubbing yang sesungguhnya sampai berkembang. Seiring berjalannya waktu aku juga mulai berani untuk mencoba di berbagai production house dubbing.
Apa suka duka menjadi seorang dubber?
Suka duka nya, (berpikir sejenak) hmmmmm… Banyak yah, misalkan menunggu giliran untuk take, karena pola kerja profesi kami tidak seperti jam kantoran jadi dibuat jadwal dengan jam-jam yang sudah diatur dan kalau sudah ada satu aja yang telat, efeknya akan terasa ke semua. Suka nya ya selain pas dapat honor (terkekeh) pasti disaat kita mengisi beberapa karakter yang ternyata sangat berkenan di pemirsa , banyak ya suka dukanya, maaf nggak bisa aku ceritain semua , terlalu banyak.
Sampai saat ini sudah berapa karakter yang Anda sulih suarakan?
Waduh! Kalau ditanya berapa banyak, mungkin sudah ratusan ya karakter yang aku perankan dan berhubung aku orangnya pelupa, jadi kalau peran yang jaman dulu sudah lupaa deh filmnya apa kemudian di situ jadi siapa. Makanya aku kaget waktu ada fans dubber yang masih inget film aku yang dulu banget....
Ada cerita lucu nggak saat mengisi suara (sedang melakukan dubbing)?
Cerita lucu juga banyak banget, susah ceritainnya… (terkekeh)
Dari sekian banyak yang suara yang sudah dilakoni, karakter siapa yang paling berkesan sewaktu jadi dubber?
Kalau karakter yang paling berkesan ya Mishil itu. Antagonis tapi halus.. Sampai ada orang yang saking sebelnya sama peran Mishil kalau ketemu sama aku, dibayangan dia, aku ini Mishil (beneran) jadi dia sebel juga sama aku (terkekeh), seneng sih berarti aku cukup berkenan membawakan peran itu.
Suara Anda kan sangat berkarakter, spesialis karakter suara antagonis (Mishil di The Great of Queen Seandeok, Ibu Kim Tak Gu di Bread Love Dreams, etc) tapi bisa juga sangat memikat seperti saat mengisi suara Yi Kyung di 49 Days, atau Eun Seo di Endless Love atau Dayang Han di Jewel in The Palace. Kunci sukses pedalaman karakter-karakter tersebut seperti prosesnya?
Sebenarnya aku sangat jarang dikasih peran antagonis, lebih sering dapat peran utama yang baik, tersiksa, yah gitulah, mungkin menurut para pengarah dialog suara aku lebih ke melankolis, tapi waktu aku dikasih peran Mishil memang aku buktikan bahwa aku bisa memerankan tokoh jahat. Sejak itu jadi sering dikasih peran antagonis. Kalau peran di 49 days dan Endless Love sebetulnya tidak terlalu sulit... Hanya cukup mengerti isi filmnya dan menghayati bagaimana peran Yi Kyung yang memang sedih saat kehilangan pacarnya, berusaha membayangkan jika itu terjadi sama aku saja. Begitu juga saat Endless Love yah aku takenya sampe nangis , kalau untuk peran antagonis penghayatannya aku lihat bagaimana mereka berekspresi saat berdialog dan cara mereka menekan intonasi itu yang aku coba terapkan juga selain harus mengerti isi ceritanya ya supaya bisa lebih menghayati. Yang jelas semua membutuhkan jam terbang atau proses untuk bisa mendalami suatu karakter.
Siapa dubber idola Anda?
Kalau untuk dubber yang aku idolakan, untuk cewek kak Irene dan untuk cowok kak Eko.. Pokoknya kalau udah denger suara mereka udah enak aja, mainnya juga bagus... Kak Irene kalau sudah narasi sama iklan aku angkat topi deh, kak Eko juga kalau udah ngisi suatu peran kayaknya gantengan suaranya daripada perannya sendiri (terkekeh).
Sampai kapan Anda berniat untuk terus melakoni profesi sebagai dubber ini?
Aku berniat jadi dubber sampai suaraku gak dibutuhkan lagi.
Berikut ini kami tampilkan cuplikan scene yang berisi suara Wan Leoni Mutiarza saat menjadi dubber untuk mengingatkan Anda pada suaranya.
Siapa dubber idola Anda?
Kalau untuk dubber yang aku idolakan, untuk cewek kak Irene dan untuk cowok kak Eko.. Pokoknya kalau udah denger suara mereka udah enak aja, mainnya juga bagus... Kak Irene kalau sudah narasi sama iklan aku angkat topi deh, kak Eko juga kalau udah ngisi suatu peran kayaknya gantengan suaranya daripada perannya sendiri (terkekeh).
Aku berniat jadi dubber sampai suaraku gak dibutuhkan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar